Connect with us

SukaSinema

Film ‘Annisa’ Karya Barry Putra Memenangkan Mobile Film Festival Di Paris

Film

Film ‘Annisa’ Karya Barry Putra Memenangkan Mobile Film Festival Di Paris

Film ‘Annisa’ Karya Barry Putra Memenangkan Mobile Film Festival Di Paris

Film karya Barry Putra menyentuh permasalahan lesbian, gay, biseksual, transgender, queer, dan interseks plus (LGBTQI+). Isu tersebut adalah isu yang cukup sensitif di Indonesia sendiri. Namun dalam ajang Mobile Film Festival yang diadakan di Paris, filmnya yang berjudul Annisa menjadi pemenang bersama dua film lainnya. Dua film lainnya adalah I Am Not Afraid dari Prancis dan Cycle dari Italia. Ketiga film pemenang tersebut mendapatkan kesempatan untuk bekerja sama dengan produser asli dan anggaran 20,000 euro untuk produksi film selanjutnya.

Barry Putra, sang sutradara, mengaku bahwa kemenangannya cukup mengejutkan. “Film yang lain sama bagusnya, isu yang mereka angkat juga menarik, dan sineas yang lainn memiliki pengalaman yang bagus. Ini pertama kalinya saya membuat film pendek jadi saya sama sekali tidak menyangka. Saya bahkan tidak menyiapkan pidato. Ketika itu diumumkan, saya gemetaran dan kehabisan kata-kata,” ujarnya dalam wawancara bersama The Jakarta Post.

Dengan hadiahnya, Barry berencana untuk mengerjakan proyek lain yang juga akan berfokus pada isu LGBTQI+. Atau mungkin ia akan menyorot bissu (sebuah identitas gender yang netral di dalam tradisi Bugis) untuk produksi selanjutnya.

“Saya ingin mengungkapkan seksualitas perempuan, terutama perempuan muslim. Semoga saja, orang bisa melihat bahwa ada dimensi lain dari perempuan. Itu, saya pikir, dapat membantu menghilangkan semua persepsi negatif yang bisa membahayakan mereka. Dan semoga saja, orang bisa melihat mereka sebagai manusia juga,” ujar Barry.

Ia sadar bahwa dalam beberapa kelompok masyarakat, pengetahuan mengenai seksualitas dan komunitas LGBTQI+ masih minim. Hal tersebut juga menyebabkan mereka rentan didiskriminasi.

“Saya harap dengan film ini, saya bisa berbicara tentang seksualitas dan komunitas LGBTQI+ dengan cara yang berbeda. Melalui media dan film, agar semoga dapat mengedukasi masyarakat tentang perempuan, seksualitas, dan komunitas LGBTQI+,” ujar Barry.

Filmnya yang berdurasi satu menit tersebut mencerita seorang gadis muslim. Sang gadis harus menghadapi tekanan masyarakat yang tidak menerima seksualitasnya. Dengan adegan-adegan pendek yang intens dan fokus, Barry menggambarkan masalahnya dengan begitu jernih. Bagaimana proses kesedihan sang gadis ketika harus menutupi seksualitasnya agar sesuai dengan tuntutan masyarakat. Juga ketika ia harus menghadapi hukuman setelah dikucilkan oleh kawan dan keluarganya.

Continue Reading

More in Film

To Top