Connect with us

SukaSinema

John Cho Melihat Masa Depan Perfilman Dalam ‘Searching’

Film

John Cho Melihat Masa Depan Perfilman Dalam ‘Searching’

John Cho Melihat Masa Depan Perfilman Dalam ‘Searching’

Dalam film Searching, John Cho berperan sebagai David Kim. David Kim adalah seorang duda yang harus menggunakan segala pemikirannya untuk menemukan anak remajanya, Margot, yang menghilang. Sang aktor Star Trek dan Columbus berhasil membawakannya tanpa terlihat terdominasi oleh efek layar dengan teknologi tinggi.

Film seperti Searching dapat memukau dengan bentuk teknologinya yang membuatnya terlihat sangat kontemporer dan nyata. Ini adalah film langka yang internet-sentris dan menggunakan aplikasi dan situs yang sudah ada. Pemilihan John Cho sebagai pemeran utama memberi ruang bagi Chaganty untuk memasuki rasa modernitas dalam cara lain. Sebagai aktor Korea-Amerika, proyek yang ia lakukan selalu bercampur, dari yang bertumpu pada latar belakang budayanya dan juga yang tidak.

Searching jatuh ke dalam kategori yang tidak bergantung pada latar belakang budaya atau rasnya. Sebuah film di mana ras John Cho tidak dijejalkan ke dalam kisah dan pemilihan aktor tanpa memandang ras yang ia harap akan lebih sering terlihat di Hollywood.

“Ketika Anda syuting, semuanya tentang, ‘Apakah ini berhasil? Akankah orang mengerti ini? Apakah kami menceritakannya dengan benar?,’” ujar John Cho. “Namun, terutama setelah Sundance, saya mulai berpikir mengenai apa arti film ini. Bagi saya, seperti film ini berlaku sudah melewati semua yang pertama. Kita seperti sudah berdiskusi dan memutuskan bahwa tidak apa-apa untuk orang Asia berada dalam film jenis apapun dan inilah film yang telah dibuat. Bagi saya, ini seperti film dari masa depan dalam hal itu.”

“Saya tidak tahu bahwa saya ada di dalam pertimbangan, saya tidak tahu itu mungkin,” ujarnya. “Jadi itu sangat mengejutkan. Saya merasa seperti itu melegitimasi film kami, yang bisa dilihat seperti sejajar dengan horror. Saya rasa itu genre yang sangat baik namun juga semacam diacuhkan oleh kritikus.”

Film Indie Yang Tidak Biasa Dengan Teknologi Layar

“Film kami begitu tidak biasa hingga mungkin tidak terlihat seperti film indie biasanya,” jelas sang aktor. “Ini jelas tidak terlihat seperti film studio yang tradisional, namun sangat terlihat tidak biasa sehingga saya pikir orang tidak akan melihatnya seperti apa yang kami harapkan dari perfilman indie.”

Bagi John Cho, ekspektasi yang menakutkan baginya mengenai peran ini berakar pada permintaan membuat film yang berada dalam layar komputer. Sebagian besar film ini karakternya, David, terjebak melihat layar komputernya atau laptop Margot. Ia hanya beberapa kali berinteraksi dengan orang lain melalui chat, email, dan video langsung.

“Masalahnya adalah saya tidak melihat orang lain dalam sebagian besar bagian. Dan itu sangat sulit bagi saya, untuk merasa seperti saya menyambung,” ujar Cho. “Sepertinya Anda bertumpu pada melihat jiwa lain untuk merasa bahwa Anda tersambung dengan orang itu dan membuat adegannya nyata.”

Untuk mengatasi masalah tersebut, sang aktor berpaling kepada sang sutradara. “Saya merasa seperti saya harus mengembangkan hubungan yang lebih intim dengan sang sutradara,” ujarnya. “Saya harus bertumpu padanya mengenai letak layarnya, karena itu semua poin plotnya dan semuanya memiliki pergerakan kecil yang sangat penting. Sementara itu di tempat syuting tradisional, sepertinya hubungan terkuat saya adalah dengan aktor lain, di film ini hubungan yang paling kuat adalah dengan sang sutradara.”

Walaupun film-film yang mengambil latar di layar komputer belum menjadi genre tersendiri, sudah ada beberapa film yang sama lainnya. Seperti film horror Unfriended dan thriller Profile. Bagi John Cho, peningkatan film-film seperti itu bukan hanya disebabkan oleh teknologi yang berkembang. Namun menurutnya itu juga karena pengetahuan publik mengenai bagaimana itu bisa menghibur.

“Menurut saya kita tidak bisa membuat film ini bahkan lima tahun yang lalu. Karena seperti ada kosakata kolektif dari publik yang belum ada saat itu mengenai literasi komputer,” terang sang aktor yang memerankan Hikaru Sulu di Star Trek ini. “Sekarang itu ada, namun karena kita semua ada di dalamnya, Anda harus gesit dan Anda harus nyata, dan Anda tidak bisa melakukan apapun yang palsu. Anda tidak bisa membuat gerakan palsu di zona itu. Saya merasa seperti ke depannya akan ada lebih banyak lagi layar yang ada dalam film. Menurut saya itu akan menjadi departemen yang berbeda.”

Representasi Yang Lebih Baik Bagi Masa Depan Perfilman

John Cho juga berpikir bahwa saat ini keadaan telah berbalik ketika membicarakan tentang representasi di layar lebar yang Searching gunakan dengan begitu mudah. Film-film besar yang sukses baru-baru ini seperti Black Panther, Get Out, Hidden Figures, dan Wonder Woman membuktikan bahwa keragaman dalam film bisa menjadi unsur penjualan. Sebuah studi pada tahun 2017 juga menghasilkan kesimpulan yang sama.

“Menurut saya ini hanya saatnya, ini sebuah tebakan saja, namun ini saatnya bagi para masyarakat yang mengendalikan keuangan,” ujarnya. “Menurut saya dengan memecahkan perekonomian bisnis film, tidak akan ada insentif untuk menjadi palsu mengenai representasi. Menurut saya insentifnya akan menjadi lebih autentik, lebih nyata, dan merepresentasikan lebih akurat mengenai apa yang terjadi di masyarakat. Saya lebih bersemangat mengenai masa depan sekarang dalam cara yang bahkan saya tidak bersemangat lima atau sepuluh tahun yang lalu.”

Continue Reading

More in Film

To Top