Connect with us

SukaSinema

Asosiasi Sutradara Film Indonesia Angkat Bicara Mengenai Film-Film Indonesia Yang Diprotes

Film

Asosiasi Sutradara Film Indonesia Angkat Bicara Mengenai Film-Film Indonesia Yang Diprotes

Asosiasi Sutradara Film Indonesia Angkat Bicara Mengenai Film-Film Indonesia Yang Diprotes

Sekelompok orang telah melakukan protes terhadap film Kucumbu Tubuh Indahku beberapa waktu yang lalu. Protes ini memuncak hingga dilarangnya penayanvan film tersebut pada beberapa kota. Ternyata, protes yang dilakukan ini akhirnya membuat Asosiasi Sutradara Film Indonesia atau Indonesian Film Directors Club (IFDC) gerah. Asosiasi tersebut akhirnya angkat bicara mengenai sejumlah persekusi kebebasan berekspresi di dunia film Indonesia selama beberapa tahun ke belakang.

Menurut sebuah kabar dari CNN Indonesia, IFDC menyatakan bahwa mereka merasa hak atas kebebasan berekspresi dalam film menjadi masalah yang marak. Terdapat film yang tidak lolos kualifikasi sensor, namun juga terdapat film yang tetap dihakimi dan diboikot meski sudah lulus sensor. IFDC bahkan sempat merunut beberapa film yang memiliki masalah semacamnya. Film-film yang bermasalah bukan hanya karena berani menyuarakan minoritas, namun bahkan film horor hingga romantis dipermasalahkan. Mulai karena adanya adegan sadis, SARA, hingga LGBT.

Daftar film yang dipermasalahkan dimulai dari Pocong karya Rudi Soedjarwo pada tahun 2006. Film ini ditolak peredarannya oleh Lembaga Sensor Film (LSF) karena terdapat adegan sadis dan juga konten peristiwa Mei 1998.

Film horor lainnya adalah Suster Keramas yang dilarang tayang di daerah Kalimantan Timur oleh MUI Samarinda. Alasannya? Karena dianggap berbau pornografi. Lalu terdapat juga film Cin(T)a karya Sammaria Simanjuntak. Film ini menampilkan kisah cinta antara laki-laki Tionghoa dan perempuan Jawa berbeda agama. Oleh karena itu film ini terkena isu SARA.

Film karya Hanung Bramantyo pun tidak bebas dari permasalahan. Dimulai dari Perempuan Berkalung Sorban yang dianggap memfitnah Islam, Cinta Tapi Beda yang dianggap melecehkan suku Minang, dan Tanda Tanya (?). Untuk Tanda Tanya (?) sendiri dipermasalahkan pluralisme di dalamnya hingga MUI dan FPI memintanya direvisi.

Bahkan film anak-anak Naura Dan Genk Juara sempat dipermasalahkan dalam sebuah petisi. Semua hanya karena adanya tokoh penjahat yang mencirikan diri sebagai orang Islam. Hanya karena adanya kaitan orang Islam dengan penjahat, film ini menjadi tidak sukses.

Kasus terbaru adalah Dilan 1991 yang diprotes mahasiswa di Makassar. Selain itu juga mengenai Kucumbu Tubuh Indahku karya Garin Nugroho yang dianggap mengkampanyekan LGBT. Padahal, film tersebut justru menunjukan budaya tradisional Indonesia mengenai penari Lengger.

IFDC pun meminta publik untuk menonton film terlebih dahulu sebelum menghakiminya. Pejabat publik dan media juga diharapkan dapat mengeluarkan pernyataan dan pemberitaan yang berimbang dan bijak. Selanjutnya diharapkan adanya dialog antara pembuat film dan mereka yang mempermasalahkannya. Tujuannya agar tidak ada penghakiman tak berdasar di media sosial.

Continue Reading

More in Film

To Top